Jumat, 6 Juli 2007
Menu breakfast di penginapan Cempaka II itu agak ajaib juga nama2nya: Banana Jaffle, Choco Banana Jaffle, dan Jaffle2 lainnya, ntah apapun Jaffle itu. Kami sih cuma ngetawain aja menu itu Tapi begitu breakfastnya datang, ternyata berwujud 2 potong roti bakar dengan isi selai, pisang, dan coklat. Ditemani potongan2 pisang, semangka, dan segelas susu. Lumayan juga. Eh, tapi ternyata Mbok Wi juga udah sempat beli nasi ayam (Yang dulu bernama Nasi Jinggo karena harganya Rp.1000,-. Berhubung harganya dah ngga segitu, jadinya disebut nasi ayam aja). Nasinya dibungkus berbentuk kerucut seperti tumpeng. Nasi ayamnya enak.
Jemput Hendro dkk di Bakung Sari dan lanjut ke Pantai Kuta. Ternyata gayanya si Windu klo cerita tentang Bali emang layak dipercaya Oh iya, itu emang termasuk salah satu misi perjalanan kali ini, membuktikan kata-kata si Ndut yang nyombong2in Bali. Tapi setelah kami bilang misi itu, dia malah panik sendiri dan buru2 sok merendah, hehehe. Tapi emang terbukti kok kata2nya, what a beautiful island.
Standar kenarsisan manusia, di pantai itu tentu ga luput dari acara foto2 (Ya iyalah bo'. Gila aja lu ga foto2 di pantai itu [Turis Mode: ON]). Di situ juga si Buluk sama kakak adiknya (Erna & Diana) bikin tato. Setelah tawar-menawar, mereka sepakat dengan harga Rp.30.000,- per tato. Di pantai ini kita juga bisa ngepang-ngepang rambut. Humm, brapa ya harganya kmaren ini Klo ga salah Rp.30.000,- untuk rambut Erna yang panjang dan Rp.15.000,- untuk rambut Diana yang pendek. Pedagang kalung dan gelang juga banyak. Mbok Wi dan ST beli kalung lucu yang setelah ditawar jadi dapat Rp.10.000,- satunya. Tapi pas lagi ngepang2 itu, ada pedagang lain yang nawarin kalung yang mirip dengan harga Rp.5000,- hehehe. Tapi biasanya mereka berpesan,"Saya kasi harga segini, tapi jangan bilang-bilang ke yang lain ya" Anta (a.k.a. Nengock) yang kerja di Denpasar ikut bergabung dengan kami sambil bawa Wisnu, pacarnya (Wisnu itu cewek lho ). Aku, ST, dan Hendro beli gelang kembaran dengan harga Rp.10.000,- 3 buah (mode turis banget ga sehh, hehehe). Sayang si ibu penjual ga mau ngasih Rp.10.000,- 4 buah. Klo ga, kan bisa berempat dengan Windu.
Dari Pantai Kuta, kita pergi mengunjungi Monumen Bom Bali I di Legian. Foto-foto bentar dan lanjut ke Garuda Wisnu Kencana (GWK) Cultural Park. Katanya tempat ini sering dipake buat pertunjukan-pertunjukan gede. Ada biaya masuk, Rp.10.000,- per orang dan Rp.5000,- per mobil. Tempatnya emang luas banget, dengan pemandangan tebing-tebing cadas yang dibentuk seperti dinding-dinding raksasa. Di area ini dibangun patung Garuda dan patung Wisnu. Ceunah sih belum selesai patung-patungnya. Misalnya patung Wisnunya, masih belum utuh tangannya. Tapi udah nampak keren banget deh, patung-patungnya. Untuk mendekati patung-patung itu, kita mesti mendaki tangga di bukit-bukitnya. Dengan tetap berfoto-foto tentunya.
Lucunya, ada beberapa pria, turis dari Cina tampaknya, yang minta foto bareng ST dekat patung Garuda. Mungkin mereka agak takjub juga melihat di Indonesia ada gadis Chinese nu geulis dan bisa bahasa Mandarin kayak ST, huehehe. ST gitu loooh.. Para pria kesepian nan malang itu tampak bersuka cita sesudah foto bareng ST, huehehe. Pas pindah ke lokasi patung Wisnu, ketemu lagi sama mereka. Lagi-lagi ST diajak ngobrol, dan kali ini diminta foto bareng juga dengan Hendro, Erna, Diana, dan Tante. Tampaknya mau reuni turis Tiong Hoa, hehehe.
Dari GWK, kita mau makan siang di Pantai Jimbaran. Nengock yang meng-guide kita, naik motor bareng Wisnu. Kita diajak ke rumah makan (apa ya namanya). Setelah nerima welcome drink (huff, jus jeruk dingin emang pas banget untuk cuaca panas di Pantai Jimbaran siang-siang. Liat pasir pantai aja silau). Di situ kita pesan 2 Ikan bakar, 1 ikan goreng, dan cumi goreng tepung (Ikannya Rp.9000,- per 100 gram). Service-nya termasuk tumis sayuran dan buah untuk dessert. Oh iya, ada bonus 100 gram masakan kerang dari orang rumah makannya. Huff, enak juga. Malahan sampe berlebih.. Belum jago nih perhitungan porsi makannya
Dari Pantai Jimbaran, kita bisa liat pemandangan laut dengan sejumlah kapal nelayan yang lagi nge-tem di tepi laut. Tapi yang paling keren itu ngeliat pesawat-pesawat yang akan landing di bandara, hwii.. Pantai Jimbaran ini lebih sepi daripada Pantai Kuta. Jadi kalau mau bersantai dengan tenang, pantai ini adalah pilihan yang bagus. Di pantai tempat kami makan siang ada rombongan pengamen. Kami udah liat mereka ngamen di pantai restoran sebelah. Mereka bawain lagu-lagu kayak lagu2 Amerika Latin gitu di depan bule2 yang lagi santai. Pas sampe di tempat kami, mereka minta ijin ngamen dan mulai bawain lagu-lagu mandarin, huahahaha.. Mungkin karena ngeliat ST dan Hendro sekeluarga Trus mereka pindah ke restoran sebelah lagi, dan nyanyiin lagu pop biasa, hehehee. Hebat juga pengamennya. Udah customized terhadap aneka ragam turis
Abis makan siang, kita mengunjungi Pasar Kesenian Bali yang kebetulan lagi ada. Di sini Hendro, aku, dan Windu beli udeng Bali. Aku dah punya 2 udeng sebenernya. Satu warna merah yang dipake waktu ICT ke Choir Olympic di Bremen dan satu lagi warna hijau oleh-oleh dari Windu pas jaman kuliah. Banyak udeng siap pakai, tapi aku ga suka motif2nya (Klo ga terlalu heboh, ya terlalu ngampung, ato terlalu motif Jawa) dan aku nyari yang masih bentuk lembaran kain, ga mau yang siap pakai. Akhirnya aku beli yang warna putih dengan motif sederhana dan ga terlalu mencolok seharga Rp.15.000,- dari tawaran semula Rp.45.000,-.
Dari PKB, rencananya kita mau singgah ke Bedugul dulu seblom ke Singaraja, tapi ga jadi karena kemalaman. Dari Denpasar ke Singaraja makan waktu skitar 2 jam. Katanya dulu pusatnya Bali itu adalah Singaraja, sebelum dipindahkan ke Denpasar. Di Singaraja ada patung Singa Ambararaja (temannya Sisingamangaraja kali ya, hehehe). Singa ini jadi simbolnya Singaraja. Gosip dari Windu (memang dia biang gosip), kalau malam-malam patung itu jadi hidup dan singa bersayap itu terbang malam-malam.
Di Singaraja, aku dan ST nginap di rumah Dekndu. Hendro nemanin keluarganya dulu di Hotel di Singaraja, baru nyusul nginap di rumah Ndu. Makan malamnya membuat kami akhirnya mencicipi masakan babinya Bali. Ada yang namanya Tum, daging babi dibungkus daun pisang seperti pepes. Rasanya gurih, menurutku mirip sangsang-nya Batak. Ada Sate Babi, rasanya manis. Kata Windu masakan Bali emang biasa manis. Trus ada abon daging babi, berwujud daging babi disuir-suir dan digoreng kering. Aku suka banget yang ini Sambil ngobrol dengan Bapak dan Ibu Windu, sambil ngemil Kacang Manalagi dan Salak Bali. Buseet itu kacang emang bikin ga bisa brenti ngambil dan ngambil lagi..
Sepanjang perjalanan dan sepanjang malam, pastinja ga lepas dari gosip-gosip terbaru dan cela-mencela tentang masa kuliah dan masa bekerja, huehehehe.. Miss that a lot pals!
No comments:
Post a Comment