Senin, 9 Juli 2007
Sesudah sarapan pagi di hotel, yang terdiri dari menu pilihan: Nasi/Mie goreng, Omelet/Telor mata sapi, Jus Jeruk/ salad buah, Kopi/Teh, kami memperpanjang waktu check out hotel. Yang mestinya jam 12.00 jadi jam 20.00. Hal tersebuit dikarenakan (aiyaahh) aku jg dapat SMS cinta dari AirAsia yang bilang flightku jam 23.00 didelay ke jam 1 dini hari, grrrr.. Mo sampe jam berapa di Jakarta hoiii..
Keluarga Hendro pergi belanja di sekitar Kuta. Aku dan Hendro pergi main lagi ke pantai dan mengambil berjuta foto dan video lagi, hehehe. Abis itu kami balik ke hotel dengan menyusuri jalan Poppies Lane II. Di dekat hotel kami terpana ngeliat ada rumah makan yang memajang tulisan All You Can Eat Rp.13.000,-. All You Can Eat macam apa itu ya? Hehehe. Si Buluk dan keluarganya mau pergi lagi ke daerah.. mana ya? Gianyar kali ya.. Sama sekalian mo beli kacang manalagi untuk oleh-oleh. Aku malas pergi-pergi lagi dan mau istirahat di kamar aja. Untuk makan siang, aku tiba-tiba ingat tempat makan All You Can Eat itu. Ternyata masakannya, masakan rumahan yang halal. Emang bisa ambil sebanyak apapun, tapi cuma boleh sekali ambil, ga boleh bolak-balik. Jadinya ya, sesanggupnya piring kita nampung gunung makanan. Enak juga kok masakannya :D Recommended deh..
Setelah telpon customer service AirAsia, aku boleh pindah ke flight jam 23.15 dan boleh juga coba go show jam 17.45. Aku pilih jam 23.15 malam karena masih sempat mempertimbangkan mau liat sunset di Kuta dulu. Tapi pas Buluk sekeluarga mau ke bandara, aku putuskan untuk ikutan aja nyoba go show. Males kan sampe di bandara Jakarta lewat tengah malam dan mesti nyari cara kembali ke Bandung. Sesudah nunggu sampe detik-detik akhir check in, aku dikasi tau klo aku bisa ikut flight jam 17.45.
Sampai di Cengkareng sekitar jam 8 malam WIB, di depan baggage claim aku terdiam. Mana ini koperku ga muncul-muncul.. Sampe si ban berjalan ga lagi berjalan.. Uh oh. Sialan, mana koperku. Lapor ke orang AirAsia, dia ngecek-ngecek di PCnya. Ceunah mungkin aja ada kesalahan dan koperku terikut di flight AirAsia berikutnya, yang akan sampe jam 9 malam, karena nomor keberangkatanku adalah nomor-nomor akhir karena go show. Hwaaa... Masa aku mesti nunggu lagi. Dan gimana klo sebenarnya hilang? Di dalamnya ada kutipan akte kelahiranku yang terbaru untuk urusan S2 yang baru dikirimkan dari Pekanbaru. Si orang AirAsia ga bisa mastiin koperku ada di flight berikutnya. Huuu, gimana sih. Ya udah akumesan Xtrans ke bandung jam 21.30 dan nunggu kayak orang ogeb di area baggage claim. Syukurlah koperku ternyata ada di flight berikutnya dan aku bisa segera ke Bandung.
Sesampainya di bandung tengah malam, clean up my body, dan tiduuuur! Bangun pagi keesokan harinya dan kembali ke kehidupan nyata, huehehe :D
Thursday, July 26, 2007
Trip To Bali : Leaving Singaraja For Kuta
Minggu, 8 Juli 2007
Minggu pagi, Bli Kadek udah memanggilkan 2 andong yang ditarik kuda (kali aja ada yang mengira ditarik kerbau, hehe). Aku, ST, Windu, Mbok Wi, dan Lowlyetha (anjingnya.. Gaya banget ya namanya, hehe) diajak jalan-jalan naik andong keliling kota Singaraja sampai ke Pantai Lovina. Mestinya di Lovina ini bisa pergi naik kapal ngeliat lumba-lumba. Tapi karena ga sempat, ga jadi. Dari Lovina kita pulang ke rumah dan lanjut lagi pergi ke Pemandian Air Panas Banjar (Holy Hot Spring). Air panasnya sih enak. Aroma belerangnya juga ga terlalu menyengat. Hanya aja kain putih yang dipake berendam di situ bisa jadi kekuning-kuningan. Di perjalanan pulang ke rumah Windu, mampir sebentar di sebuah rumah makan untuk nyicipin Sio Bak. Hmm, masakan babi yang ini ga gitu cocok dengan seleraku, manis sih.
Dari rumah Windu pamitan sama Bapaknya Windu, karena kami mau balik ke Kuta dan ST mau pulang ke Jakarta malamnya.
Sebelum sampai Denpasar, kami mampir dulu ke Bedugul. Di situ ada Pura Ulun Danu dan Danau Beratan. Danau dan Pura ini dijadikan gambar di uang pecahan Rp.50.000,- kita. Kami berperahu sebentar di danau itu. Tarif perahunya (dengan orang yg mendayungkan tentu saja) Rp.45.000,- selama 1/2 jam untuk 5 orang. Ada pilihan juga untuk naik speedboat. Tapi ga asyik ahh.. Lebih enak berperahu dengan santai di situ. Bisa parasailing juga disitu, tapi di sisi lain danau dari tempat yang kami kunjungi. Sempat beli souvenir2 lagi untuk oleh2, lumayan bisa nawar murah juga di sini.
Sesudah ngantarin Mbok Wi ke penginapan trainingnya, ST ke bandara dan ngantarin aku ke Hotel Bakung Sari, Windu dan Ibunya pulang ke Singaraja. Thanks banget ya Ndut! :D Hendro dan keluarganya lagi pergi keluar. Jadi setelah naro barang di kamar, aku pergi cari makan malam dan jalan-jalan. Ehh, nemu satu tempat gede yang jual kalung, gelang, tas, sandal, dan souvenir lainnya. Dan karena di tempat yang agak sepi dan jauh dari keramaian, harganya muraaah banget. Dan udah harga pas ga bisa ditawar lagi, bahkan kalau beli banyak sekalipun. Kata si Bapak penjual, orang lain emang sering beli dari dia untuk dijual lagi. Dia emang ga jual mahal karena emang bukan di tempat keramaian. Malahan dia bilang orang dari provinsi lain sering pesan ke dia untuk dijual lagi. Hmm, aku pun meminta kartu namanya, kali aja mau buka counter penjualan souvenir Bali di Bandung, huehehehee..
Abis itu pergi jalan-jalan ke Kuta lagi sendirian. Jalan kaki aja dari hotel. Lumayan jauh sih, 15 menit jalan kaki lah, tapi bisa sambil liat2 barang dagangan. Emang dasar lagi jalan sendirian, di sepanjang jalan itu beberapa kali aku ditawarin "massage". Biasanya dengan diawali,
Malam-malam di Kuta tetap aja rame. Sayang banget ga sempat liat sunset di Kuta. Ahh, tak papalah. Ntar aja kapan-kapan (kapan lagi emangnya, yeey..).
Pulang ke hotel, si Buluk dah dalam posisi tidur. Trus dia bilang kalo tadinya dia naik taxi dari hotel ke Kuta seharga Rp.50.000,-. Yah, emang klo sendirian bisa enak jalan kaki exploring the area. Dia kan bareng kakak, adek, dan tante, jadinya mesti memperhatikan tingkat kenyamanan tertentu bagi wanita. Katanya juga, tarif internet di daerah situ Rp.15.000,- per jam. Malahan ada yang tarifnya Rp.300,- per menit alias Rp.18.000,- per jam. Males deeeh..
Oh iya, Hendro nerima sms yang bilang flight AirAsianya yang jam 1 siang besoknya di delay sampe jam 17.45. Gubraak deeh. Lama banget delaynya.
Minggu pagi, Bli Kadek udah memanggilkan 2 andong yang ditarik kuda (kali aja ada yang mengira ditarik kerbau, hehe). Aku, ST, Windu, Mbok Wi, dan Lowlyetha (anjingnya.. Gaya banget ya namanya, hehe) diajak jalan-jalan naik andong keliling kota Singaraja sampai ke Pantai Lovina. Mestinya di Lovina ini bisa pergi naik kapal ngeliat lumba-lumba. Tapi karena ga sempat, ga jadi. Dari Lovina kita pulang ke rumah dan lanjut lagi pergi ke Pemandian Air Panas Banjar (Holy Hot Spring). Air panasnya sih enak. Aroma belerangnya juga ga terlalu menyengat. Hanya aja kain putih yang dipake berendam di situ bisa jadi kekuning-kuningan. Di perjalanan pulang ke rumah Windu, mampir sebentar di sebuah rumah makan untuk nyicipin Sio Bak. Hmm, masakan babi yang ini ga gitu cocok dengan seleraku, manis sih.
Dari rumah Windu pamitan sama Bapaknya Windu, karena kami mau balik ke Kuta dan ST mau pulang ke Jakarta malamnya.
Sebelum sampai Denpasar, kami mampir dulu ke Bedugul. Di situ ada Pura Ulun Danu dan Danau Beratan. Danau dan Pura ini dijadikan gambar di uang pecahan Rp.50.000,- kita. Kami berperahu sebentar di danau itu. Tarif perahunya (dengan orang yg mendayungkan tentu saja) Rp.45.000,- selama 1/2 jam untuk 5 orang. Ada pilihan juga untuk naik speedboat. Tapi ga asyik ahh.. Lebih enak berperahu dengan santai di situ. Bisa parasailing juga disitu, tapi di sisi lain danau dari tempat yang kami kunjungi. Sempat beli souvenir2 lagi untuk oleh2, lumayan bisa nawar murah juga di sini.
Sesudah ngantarin Mbok Wi ke penginapan trainingnya, ST ke bandara dan ngantarin aku ke Hotel Bakung Sari, Windu dan Ibunya pulang ke Singaraja. Thanks banget ya Ndut! :D Hendro dan keluarganya lagi pergi keluar. Jadi setelah naro barang di kamar, aku pergi cari makan malam dan jalan-jalan. Ehh, nemu satu tempat gede yang jual kalung, gelang, tas, sandal, dan souvenir lainnya. Dan karena di tempat yang agak sepi dan jauh dari keramaian, harganya muraaah banget. Dan udah harga pas ga bisa ditawar lagi, bahkan kalau beli banyak sekalipun. Kata si Bapak penjual, orang lain emang sering beli dari dia untuk dijual lagi. Dia emang ga jual mahal karena emang bukan di tempat keramaian. Malahan dia bilang orang dari provinsi lain sering pesan ke dia untuk dijual lagi. Hmm, aku pun meminta kartu namanya, kali aja mau buka counter penjualan souvenir Bali di Bandung, huehehehee..
Abis itu pergi jalan-jalan ke Kuta lagi sendirian. Jalan kaki aja dari hotel. Lumayan jauh sih, 15 menit jalan kaki lah, tapi bisa sambil liat2 barang dagangan. Emang dasar lagi jalan sendirian, di sepanjang jalan itu beberapa kali aku ditawarin "massage". Biasanya dengan diawali,
Dia: "Ojek Mas..?"
Aku: "Ngga Mas"
Dia: "Kalau pijat aja mau..?" (lahh.. dia profesi ganda ya?)
Dia: "Cantik-cantik lho. Bisa dipilih" *pasang muka mesum* (lohhh.. makin menjurus)
Aku: "Ngga Mas"
Dia: "Atau mau yang ganteng?"
Aku: "Hahh?" *Kabur*
Malam-malam di Kuta tetap aja rame. Sayang banget ga sempat liat sunset di Kuta. Ahh, tak papalah. Ntar aja kapan-kapan (kapan lagi emangnya, yeey..).
Pulang ke hotel, si Buluk dah dalam posisi tidur. Trus dia bilang kalo tadinya dia naik taxi dari hotel ke Kuta seharga Rp.50.000,-. Yah, emang klo sendirian bisa enak jalan kaki exploring the area. Dia kan bareng kakak, adek, dan tante, jadinya mesti memperhatikan tingkat kenyamanan tertentu bagi wanita. Katanya juga, tarif internet di daerah situ Rp.15.000,- per jam. Malahan ada yang tarifnya Rp.300,- per menit alias Rp.18.000,- per jam. Males deeeh..
Oh iya, Hendro nerima sms yang bilang flight AirAsianya yang jam 1 siang besoknya di delay sampe jam 17.45. Gubraak deeh. Lama banget delaynya.
Trip To Bali : The Temple, The Lake, and The Shoppings
Sabtu, 7 Juli 2007
Di tanggal cantik yang jadi incaran para pasangan yang hendak menikah ini (07/07/07), Windu sekeluarga dan umat Hindu lainnya melakukan sembahyang untuk Perayaan Kuningan. Sembahyang pertama dilakukan di pura keluarga yang ada di halaman rumah. Di Hari Raya Kuningan ini, hidangan makanannya adalah nasi kuning dengan lauk pauknya.
Di rumah Windu jg bisa liat berbagai binatang peliharaannya. Mulai dari anjing, burung-burung, angsa, landak, sampe kelelawar. Emang kebun binatang deh itu, hehe :D
Sehabis upacara, kita berangkat ke sebuah pura. Sebelum masuk ke pura, kita harus berpakaian sopan. Jadi kami yang pake celana2 pendek dan jeans dipakaikan sarung Bali (yang dibawa dari rumah). Kalau ga bawa sarung, ada sarung yang disewakan untuk turis. Pedagang2 di sini cukup gigih juga, jadi turis juga perlu cukup gigih mengelak dan menghindar kalau emang ga mau beli. ST dan Hendro sekeluarga mungkin pantas dikira turis asing dan diajak ngobrol dalam bahasa Inggris, Mandarin, atau Korea, hehehe. Tapi ntah kenapa aku juga tetap disapa, "Where are you from, Sir?" Whaat?? Kayaknya tampangku Indonesia pisan deh.. Ato mereka mengira dari daerah Afrika ato Asia terpencil sana? Grrr..
Di dalam area pura, ada sebuah wihara. Ternyata memang dari dulu Budhisme dan Hinduisme berkembang bersama di Bali. Jadi selagi Windu dan keluarganya sembahyang di pura, Hendro dan keluarganya sembahyang di Wihara itu; dan aku sama ST foto-foto (teteeeup!! :D)
Dari situ kita berangkat ke Kintamani. Dari dataran tinggi itu kita bisa melihat Gunung Batur yang masih aktif dengan sisa-sisa lahar berupa tanah kehitaman di kaki gunungnya. Di sebelahnya ada Danau Batur. Tempat kami berdiri di Kintamani itu sebenarnya adalah punggung gunung Batur Tua. Setelah gunung tua meletus, terbentuklah Danau Batur dan sebuah anak gunung, yang jadi Gunung Batur baru. Kalau kita menyeberangi Danau Batur, kita bisa mengunjungi Trunyan, tempat jenazah-jenazah tidak dikuburkan tapi diletakkan saja dan bisa awet tanpa pengawet buatan manusia. Tapi kami ga ke Trunyan, karena ga cukup waktu. Kalau ke Kintamani ini, bersiaplah diserbu para pedagang. Dari yang nawarin kaos, gelang, kalung, kartu pos, lukisan, ukiran, dan lain-lain. Kalau emang mau beli, lakukanlah tawar-menawar yang agak kejam. Harga barang dagangan itu bisa turun sampai seperlimanya :D Kaos yang harganya pertama Rp.35.000,- sebuah bisa menjadi Rp.50.000 dapat 6. Bahkan ada seorang ibu yang diam-diam berbisik, mau ngasih Rp.50.000,- untuk 8 kaos :D Tapi harus hati-hati aja, supaya jumlah barang yang dikasih betul2 sesuai dengan yang dijanjikan. Cek dulu kualitas barang yang kita beli dan cek lagi jumlah barangnya seblom mereka bungkuskan.
Dari Kintamani, kita mengunjungi Pura Besakih, pura terbesar di Bali. Di area pura ini ada pura-pura lebih kecil milik keluarga-keluarga raja/ksatria jaman dulu. Puranya emang besar dan megah banget. Kami mendaki tangga yang lumayan banyak untuk mengunjungi Pura keluarga Kesiman (keluarganya Windu). Nama yang tertera adalah Pedharman Arya Kenceng. Pedharman itu tempat sembahyangnya dan Arya Kenceng itu nama leluhurnya Windu. Di tempat ini, Windu sekeluarga sembahyang lagi. Sehabis itu, kami berpindah ke area pura utama. Di situ, Windu sekeluarga sembahyang lagi.
Dari Pura Besakih, kita menuju Pasar Sukowati. Pasar ini rame banget. Di sini banyak benda2 seni maupun pakaian2 yang bisa dijadikan oleh-oleh. Tentunya di tempat ini tawar-menawar mesti lebih kenceng :D Contohnya celana pendek yg harga awalnya Rp.45.000,- akhirnya bisa dibeli dengan harga Rp.15.000,-. Di sini aku jg beli 2 udeng lagi yang mirip dengan 2 udengku yang pertama. Hanya aja yang baru kubeli warnanya ungu dan merah terang. Udeng jenis itu biasanya ditawarin Rp.15.000,- sampe Rp.20.000,-. Tapi aku udah pernah bisa menawarnya Rp.10.000,- di tempat lain. Sambil liat2 barang lain, aku ngeliat ada seorang pembeli yang nampaknya udah borong banyak, lagi nawar2 udeng yang tadi kuincar. Segala pujian dah dikeluarkan penjual sama mbak itu. "Duhh, cantiknya.. Lihat cantik sekali dengan make kain ini." Aku dan Windu ketawa2 aja dengarnya. Akhirnya mbak itu berhasil menawar udeng itu seharga Rp.12.500,- 2 buah. Mungkin karena dia dah borong banyak kali ya. Dengan ga menyia-nyiakan kesempatan, aku ikutan bilang ke penjual itu klo aku juga mau udeng itu 2 buah seharga Rp.12.500,- (setelah si mbak itu pergi) :p Heahahaha, sukses besar! Di pasar ini juga ada yang nawarin bikin tato temporer.. Bisa dapat Rp.5000,-. Jauh banget harganya dibandingkan waktu di Kuta. Tapi ya bedalah ya.. Di Kuta gitu lhoo.. Harga2 lebih mahal.
Abis dari Sukowati, kita ngantar Buluk kembali ke Hotel Bakung Sari sementara aku dan ST ikut Windu kembali ke Singaraja.
PS: Foto-fotonya nyusul yeah..
Di tanggal cantik yang jadi incaran para pasangan yang hendak menikah ini (07/07/07), Windu sekeluarga dan umat Hindu lainnya melakukan sembahyang untuk Perayaan Kuningan. Sembahyang pertama dilakukan di pura keluarga yang ada di halaman rumah. Di Hari Raya Kuningan ini, hidangan makanannya adalah nasi kuning dengan lauk pauknya.
Di rumah Windu jg bisa liat berbagai binatang peliharaannya. Mulai dari anjing, burung-burung, angsa, landak, sampe kelelawar. Emang kebun binatang deh itu, hehe :D
Sehabis upacara, kita berangkat ke sebuah pura. Sebelum masuk ke pura, kita harus berpakaian sopan. Jadi kami yang pake celana2 pendek dan jeans dipakaikan sarung Bali (yang dibawa dari rumah). Kalau ga bawa sarung, ada sarung yang disewakan untuk turis. Pedagang2 di sini cukup gigih juga, jadi turis juga perlu cukup gigih mengelak dan menghindar kalau emang ga mau beli. ST dan Hendro sekeluarga mungkin pantas dikira turis asing dan diajak ngobrol dalam bahasa Inggris, Mandarin, atau Korea, hehehe. Tapi ntah kenapa aku juga tetap disapa, "Where are you from, Sir?" Whaat?? Kayaknya tampangku Indonesia pisan deh.. Ato mereka mengira dari daerah Afrika ato Asia terpencil sana? Grrr..
Di dalam area pura, ada sebuah wihara. Ternyata memang dari dulu Budhisme dan Hinduisme berkembang bersama di Bali. Jadi selagi Windu dan keluarganya sembahyang di pura, Hendro dan keluarganya sembahyang di Wihara itu; dan aku sama ST foto-foto (teteeeup!! :D)
Dari situ kita berangkat ke Kintamani. Dari dataran tinggi itu kita bisa melihat Gunung Batur yang masih aktif dengan sisa-sisa lahar berupa tanah kehitaman di kaki gunungnya. Di sebelahnya ada Danau Batur. Tempat kami berdiri di Kintamani itu sebenarnya adalah punggung gunung Batur Tua. Setelah gunung tua meletus, terbentuklah Danau Batur dan sebuah anak gunung, yang jadi Gunung Batur baru. Kalau kita menyeberangi Danau Batur, kita bisa mengunjungi Trunyan, tempat jenazah-jenazah tidak dikuburkan tapi diletakkan saja dan bisa awet tanpa pengawet buatan manusia. Tapi kami ga ke Trunyan, karena ga cukup waktu. Kalau ke Kintamani ini, bersiaplah diserbu para pedagang. Dari yang nawarin kaos, gelang, kalung, kartu pos, lukisan, ukiran, dan lain-lain. Kalau emang mau beli, lakukanlah tawar-menawar yang agak kejam. Harga barang dagangan itu bisa turun sampai seperlimanya :D Kaos yang harganya pertama Rp.35.000,- sebuah bisa menjadi Rp.50.000 dapat 6. Bahkan ada seorang ibu yang diam-diam berbisik, mau ngasih Rp.50.000,- untuk 8 kaos :D Tapi harus hati-hati aja, supaya jumlah barang yang dikasih betul2 sesuai dengan yang dijanjikan. Cek dulu kualitas barang yang kita beli dan cek lagi jumlah barangnya seblom mereka bungkuskan.
Dari Kintamani, kita mengunjungi Pura Besakih, pura terbesar di Bali. Di area pura ini ada pura-pura lebih kecil milik keluarga-keluarga raja/ksatria jaman dulu. Puranya emang besar dan megah banget. Kami mendaki tangga yang lumayan banyak untuk mengunjungi Pura keluarga Kesiman (keluarganya Windu). Nama yang tertera adalah Pedharman Arya Kenceng. Pedharman itu tempat sembahyangnya dan Arya Kenceng itu nama leluhurnya Windu. Di tempat ini, Windu sekeluarga sembahyang lagi. Sehabis itu, kami berpindah ke area pura utama. Di situ, Windu sekeluarga sembahyang lagi.
Dari Pura Besakih, kita menuju Pasar Sukowati. Pasar ini rame banget. Di sini banyak benda2 seni maupun pakaian2 yang bisa dijadikan oleh-oleh. Tentunya di tempat ini tawar-menawar mesti lebih kenceng :D Contohnya celana pendek yg harga awalnya Rp.45.000,- akhirnya bisa dibeli dengan harga Rp.15.000,-. Di sini aku jg beli 2 udeng lagi yang mirip dengan 2 udengku yang pertama. Hanya aja yang baru kubeli warnanya ungu dan merah terang. Udeng jenis itu biasanya ditawarin Rp.15.000,- sampe Rp.20.000,-. Tapi aku udah pernah bisa menawarnya Rp.10.000,- di tempat lain. Sambil liat2 barang lain, aku ngeliat ada seorang pembeli yang nampaknya udah borong banyak, lagi nawar2 udeng yang tadi kuincar. Segala pujian dah dikeluarkan penjual sama mbak itu. "Duhh, cantiknya.. Lihat cantik sekali dengan make kain ini." Aku dan Windu ketawa2 aja dengarnya. Akhirnya mbak itu berhasil menawar udeng itu seharga Rp.12.500,- 2 buah. Mungkin karena dia dah borong banyak kali ya. Dengan ga menyia-nyiakan kesempatan, aku ikutan bilang ke penjual itu klo aku juga mau udeng itu 2 buah seharga Rp.12.500,- (setelah si mbak itu pergi) :p Heahahaha, sukses besar! Di pasar ini juga ada yang nawarin bikin tato temporer.. Bisa dapat Rp.5000,-. Jauh banget harganya dibandingkan waktu di Kuta. Tapi ya bedalah ya.. Di Kuta gitu lhoo.. Harga2 lebih mahal.
Abis dari Sukowati, kita ngantar Buluk kembali ke Hotel Bakung Sari sementara aku dan ST ikut Windu kembali ke Singaraja.
Trip To Bali : The Beach, The Monument, and The Artcraft
Jumat, 6 Juli 2007
Menu breakfast di penginapan Cempaka II itu agak ajaib juga nama2nya: Banana Jaffle, Choco Banana Jaffle, dan Jaffle2 lainnya, ntah apapun Jaffle itu. Kami sih cuma ngetawain aja menu itu Tapi begitu breakfastnya datang, ternyata berwujud 2 potong roti bakar dengan isi selai, pisang, dan coklat. Ditemani potongan2 pisang, semangka, dan segelas susu. Lumayan juga. Eh, tapi ternyata Mbok Wi juga udah sempat beli nasi ayam (Yang dulu bernama Nasi Jinggo karena harganya Rp.1000,-. Berhubung harganya dah ngga segitu, jadinya disebut nasi ayam aja). Nasinya dibungkus berbentuk kerucut seperti tumpeng. Nasi ayamnya enak.
Jemput Hendro dkk di Bakung Sari dan lanjut ke Pantai Kuta. Ternyata gayanya si Windu klo cerita tentang Bali emang layak dipercaya Oh iya, itu emang termasuk salah satu misi perjalanan kali ini, membuktikan kata-kata si Ndut yang nyombong2in Bali. Tapi setelah kami bilang misi itu, dia malah panik sendiri dan buru2 sok merendah, hehehe. Tapi emang terbukti kok kata2nya, what a beautiful island.
Standar kenarsisan manusia, di pantai itu tentu ga luput dari acara foto2 (Ya iyalah bo'. Gila aja lu ga foto2 di pantai itu [Turis Mode: ON]). Di situ juga si Buluk sama kakak adiknya (Erna & Diana) bikin tato. Setelah tawar-menawar, mereka sepakat dengan harga Rp.30.000,- per tato. Di pantai ini kita juga bisa ngepang-ngepang rambut. Humm, brapa ya harganya kmaren ini Klo ga salah Rp.30.000,- untuk rambut Erna yang panjang dan Rp.15.000,- untuk rambut Diana yang pendek. Pedagang kalung dan gelang juga banyak. Mbok Wi dan ST beli kalung lucu yang setelah ditawar jadi dapat Rp.10.000,- satunya. Tapi pas lagi ngepang2 itu, ada pedagang lain yang nawarin kalung yang mirip dengan harga Rp.5000,- hehehe. Tapi biasanya mereka berpesan,"Saya kasi harga segini, tapi jangan bilang-bilang ke yang lain ya" Anta (a.k.a. Nengock) yang kerja di Denpasar ikut bergabung dengan kami sambil bawa Wisnu, pacarnya (Wisnu itu cewek lho ). Aku, ST, dan Hendro beli gelang kembaran dengan harga Rp.10.000,- 3 buah (mode turis banget ga sehh, hehehe). Sayang si ibu penjual ga mau ngasih Rp.10.000,- 4 buah. Klo ga, kan bisa berempat dengan Windu.
Dari Pantai Kuta, kita pergi mengunjungi Monumen Bom Bali I di Legian. Foto-foto bentar dan lanjut ke Garuda Wisnu Kencana (GWK) Cultural Park. Katanya tempat ini sering dipake buat pertunjukan-pertunjukan gede. Ada biaya masuk, Rp.10.000,- per orang dan Rp.5000,- per mobil. Tempatnya emang luas banget, dengan pemandangan tebing-tebing cadas yang dibentuk seperti dinding-dinding raksasa. Di area ini dibangun patung Garuda dan patung Wisnu. Ceunah sih belum selesai patung-patungnya. Misalnya patung Wisnunya, masih belum utuh tangannya. Tapi udah nampak keren banget deh, patung-patungnya. Untuk mendekati patung-patung itu, kita mesti mendaki tangga di bukit-bukitnya. Dengan tetap berfoto-foto tentunya.
Lucunya, ada beberapa pria, turis dari Cina tampaknya, yang minta foto bareng ST dekat patung Garuda. Mungkin mereka agak takjub juga melihat di Indonesia ada gadis Chinese nu geulis dan bisa bahasa Mandarin kayak ST, huehehe. ST gitu loooh.. Para pria kesepian nan malang itu tampak bersuka cita sesudah foto bareng ST, huehehe. Pas pindah ke lokasi patung Wisnu, ketemu lagi sama mereka. Lagi-lagi ST diajak ngobrol, dan kali ini diminta foto bareng juga dengan Hendro, Erna, Diana, dan Tante. Tampaknya mau reuni turis Tiong Hoa, hehehe.
Dari GWK, kita mau makan siang di Pantai Jimbaran. Nengock yang meng-guide kita, naik motor bareng Wisnu. Kita diajak ke rumah makan (apa ya namanya). Setelah nerima welcome drink (huff, jus jeruk dingin emang pas banget untuk cuaca panas di Pantai Jimbaran siang-siang. Liat pasir pantai aja silau). Di situ kita pesan 2 Ikan bakar, 1 ikan goreng, dan cumi goreng tepung (Ikannya Rp.9000,- per 100 gram). Service-nya termasuk tumis sayuran dan buah untuk dessert. Oh iya, ada bonus 100 gram masakan kerang dari orang rumah makannya. Huff, enak juga. Malahan sampe berlebih.. Belum jago nih perhitungan porsi makannya
Dari Pantai Jimbaran, kita bisa liat pemandangan laut dengan sejumlah kapal nelayan yang lagi nge-tem di tepi laut. Tapi yang paling keren itu ngeliat pesawat-pesawat yang akan landing di bandara, hwii.. Pantai Jimbaran ini lebih sepi daripada Pantai Kuta. Jadi kalau mau bersantai dengan tenang, pantai ini adalah pilihan yang bagus. Di pantai tempat kami makan siang ada rombongan pengamen. Kami udah liat mereka ngamen di pantai restoran sebelah. Mereka bawain lagu-lagu kayak lagu2 Amerika Latin gitu di depan bule2 yang lagi santai. Pas sampe di tempat kami, mereka minta ijin ngamen dan mulai bawain lagu-lagu mandarin, huahahaha.. Mungkin karena ngeliat ST dan Hendro sekeluarga Trus mereka pindah ke restoran sebelah lagi, dan nyanyiin lagu pop biasa, hehehee. Hebat juga pengamennya. Udah customized terhadap aneka ragam turis
Abis makan siang, kita mengunjungi Pasar Kesenian Bali yang kebetulan lagi ada. Di sini Hendro, aku, dan Windu beli udeng Bali. Aku dah punya 2 udeng sebenernya. Satu warna merah yang dipake waktu ICT ke Choir Olympic di Bremen dan satu lagi warna hijau oleh-oleh dari Windu pas jaman kuliah. Banyak udeng siap pakai, tapi aku ga suka motif2nya (Klo ga terlalu heboh, ya terlalu ngampung, ato terlalu motif Jawa) dan aku nyari yang masih bentuk lembaran kain, ga mau yang siap pakai. Akhirnya aku beli yang warna putih dengan motif sederhana dan ga terlalu mencolok seharga Rp.15.000,- dari tawaran semula Rp.45.000,-.
Dari PKB, rencananya kita mau singgah ke Bedugul dulu seblom ke Singaraja, tapi ga jadi karena kemalaman. Dari Denpasar ke Singaraja makan waktu skitar 2 jam. Katanya dulu pusatnya Bali itu adalah Singaraja, sebelum dipindahkan ke Denpasar. Di Singaraja ada patung Singa Ambararaja (temannya Sisingamangaraja kali ya, hehehe). Singa ini jadi simbolnya Singaraja. Gosip dari Windu (memang dia biang gosip), kalau malam-malam patung itu jadi hidup dan singa bersayap itu terbang malam-malam.
Di Singaraja, aku dan ST nginap di rumah Dekndu. Hendro nemanin keluarganya dulu di Hotel di Singaraja, baru nyusul nginap di rumah Ndu. Makan malamnya membuat kami akhirnya mencicipi masakan babinya Bali. Ada yang namanya Tum, daging babi dibungkus daun pisang seperti pepes. Rasanya gurih, menurutku mirip sangsang-nya Batak. Ada Sate Babi, rasanya manis. Kata Windu masakan Bali emang biasa manis. Trus ada abon daging babi, berwujud daging babi disuir-suir dan digoreng kering. Aku suka banget yang ini Sambil ngobrol dengan Bapak dan Ibu Windu, sambil ngemil Kacang Manalagi dan Salak Bali. Buseet itu kacang emang bikin ga bisa brenti ngambil dan ngambil lagi..
Sepanjang perjalanan dan sepanjang malam, pastinja ga lepas dari gosip-gosip terbaru dan cela-mencela tentang masa kuliah dan masa bekerja, huehehehe.. Miss that a lot pals!
Menu breakfast di penginapan Cempaka II itu agak ajaib juga nama2nya: Banana Jaffle, Choco Banana Jaffle, dan Jaffle2 lainnya, ntah apapun Jaffle itu. Kami sih cuma ngetawain aja menu itu Tapi begitu breakfastnya datang, ternyata berwujud 2 potong roti bakar dengan isi selai, pisang, dan coklat. Ditemani potongan2 pisang, semangka, dan segelas susu. Lumayan juga. Eh, tapi ternyata Mbok Wi juga udah sempat beli nasi ayam (Yang dulu bernama Nasi Jinggo karena harganya Rp.1000,-. Berhubung harganya dah ngga segitu, jadinya disebut nasi ayam aja). Nasinya dibungkus berbentuk kerucut seperti tumpeng. Nasi ayamnya enak.
Jemput Hendro dkk di Bakung Sari dan lanjut ke Pantai Kuta. Ternyata gayanya si Windu klo cerita tentang Bali emang layak dipercaya Oh iya, itu emang termasuk salah satu misi perjalanan kali ini, membuktikan kata-kata si Ndut yang nyombong2in Bali. Tapi setelah kami bilang misi itu, dia malah panik sendiri dan buru2 sok merendah, hehehe. Tapi emang terbukti kok kata2nya, what a beautiful island.
Standar kenarsisan manusia, di pantai itu tentu ga luput dari acara foto2 (Ya iyalah bo'. Gila aja lu ga foto2 di pantai itu [Turis Mode: ON]). Di situ juga si Buluk sama kakak adiknya (Erna & Diana) bikin tato. Setelah tawar-menawar, mereka sepakat dengan harga Rp.30.000,- per tato. Di pantai ini kita juga bisa ngepang-ngepang rambut. Humm, brapa ya harganya kmaren ini Klo ga salah Rp.30.000,- untuk rambut Erna yang panjang dan Rp.15.000,- untuk rambut Diana yang pendek. Pedagang kalung dan gelang juga banyak. Mbok Wi dan ST beli kalung lucu yang setelah ditawar jadi dapat Rp.10.000,- satunya. Tapi pas lagi ngepang2 itu, ada pedagang lain yang nawarin kalung yang mirip dengan harga Rp.5000,- hehehe. Tapi biasanya mereka berpesan,"Saya kasi harga segini, tapi jangan bilang-bilang ke yang lain ya" Anta (a.k.a. Nengock) yang kerja di Denpasar ikut bergabung dengan kami sambil bawa Wisnu, pacarnya (Wisnu itu cewek lho ). Aku, ST, dan Hendro beli gelang kembaran dengan harga Rp.10.000,- 3 buah (mode turis banget ga sehh, hehehe). Sayang si ibu penjual ga mau ngasih Rp.10.000,- 4 buah. Klo ga, kan bisa berempat dengan Windu.
Dari Pantai Kuta, kita pergi mengunjungi Monumen Bom Bali I di Legian. Foto-foto bentar dan lanjut ke Garuda Wisnu Kencana (GWK) Cultural Park. Katanya tempat ini sering dipake buat pertunjukan-pertunjukan gede. Ada biaya masuk, Rp.10.000,- per orang dan Rp.5000,- per mobil. Tempatnya emang luas banget, dengan pemandangan tebing-tebing cadas yang dibentuk seperti dinding-dinding raksasa. Di area ini dibangun patung Garuda dan patung Wisnu. Ceunah sih belum selesai patung-patungnya. Misalnya patung Wisnunya, masih belum utuh tangannya. Tapi udah nampak keren banget deh, patung-patungnya. Untuk mendekati patung-patung itu, kita mesti mendaki tangga di bukit-bukitnya. Dengan tetap berfoto-foto tentunya.
Lucunya, ada beberapa pria, turis dari Cina tampaknya, yang minta foto bareng ST dekat patung Garuda. Mungkin mereka agak takjub juga melihat di Indonesia ada gadis Chinese nu geulis dan bisa bahasa Mandarin kayak ST, huehehe. ST gitu loooh.. Para pria kesepian nan malang itu tampak bersuka cita sesudah foto bareng ST, huehehe. Pas pindah ke lokasi patung Wisnu, ketemu lagi sama mereka. Lagi-lagi ST diajak ngobrol, dan kali ini diminta foto bareng juga dengan Hendro, Erna, Diana, dan Tante. Tampaknya mau reuni turis Tiong Hoa, hehehe.
Dari GWK, kita mau makan siang di Pantai Jimbaran. Nengock yang meng-guide kita, naik motor bareng Wisnu. Kita diajak ke rumah makan (apa ya namanya). Setelah nerima welcome drink (huff, jus jeruk dingin emang pas banget untuk cuaca panas di Pantai Jimbaran siang-siang. Liat pasir pantai aja silau). Di situ kita pesan 2 Ikan bakar, 1 ikan goreng, dan cumi goreng tepung (Ikannya Rp.9000,- per 100 gram). Service-nya termasuk tumis sayuran dan buah untuk dessert. Oh iya, ada bonus 100 gram masakan kerang dari orang rumah makannya. Huff, enak juga. Malahan sampe berlebih.. Belum jago nih perhitungan porsi makannya
Dari Pantai Jimbaran, kita bisa liat pemandangan laut dengan sejumlah kapal nelayan yang lagi nge-tem di tepi laut. Tapi yang paling keren itu ngeliat pesawat-pesawat yang akan landing di bandara, hwii.. Pantai Jimbaran ini lebih sepi daripada Pantai Kuta. Jadi kalau mau bersantai dengan tenang, pantai ini adalah pilihan yang bagus. Di pantai tempat kami makan siang ada rombongan pengamen. Kami udah liat mereka ngamen di pantai restoran sebelah. Mereka bawain lagu-lagu kayak lagu2 Amerika Latin gitu di depan bule2 yang lagi santai. Pas sampe di tempat kami, mereka minta ijin ngamen dan mulai bawain lagu-lagu mandarin, huahahaha.. Mungkin karena ngeliat ST dan Hendro sekeluarga Trus mereka pindah ke restoran sebelah lagi, dan nyanyiin lagu pop biasa, hehehee. Hebat juga pengamennya. Udah customized terhadap aneka ragam turis
Abis makan siang, kita mengunjungi Pasar Kesenian Bali yang kebetulan lagi ada. Di sini Hendro, aku, dan Windu beli udeng Bali. Aku dah punya 2 udeng sebenernya. Satu warna merah yang dipake waktu ICT ke Choir Olympic di Bremen dan satu lagi warna hijau oleh-oleh dari Windu pas jaman kuliah. Banyak udeng siap pakai, tapi aku ga suka motif2nya (Klo ga terlalu heboh, ya terlalu ngampung, ato terlalu motif Jawa) dan aku nyari yang masih bentuk lembaran kain, ga mau yang siap pakai. Akhirnya aku beli yang warna putih dengan motif sederhana dan ga terlalu mencolok seharga Rp.15.000,- dari tawaran semula Rp.45.000,-.
Dari PKB, rencananya kita mau singgah ke Bedugul dulu seblom ke Singaraja, tapi ga jadi karena kemalaman. Dari Denpasar ke Singaraja makan waktu skitar 2 jam. Katanya dulu pusatnya Bali itu adalah Singaraja, sebelum dipindahkan ke Denpasar. Di Singaraja ada patung Singa Ambararaja (temannya Sisingamangaraja kali ya, hehehe). Singa ini jadi simbolnya Singaraja. Gosip dari Windu (memang dia biang gosip), kalau malam-malam patung itu jadi hidup dan singa bersayap itu terbang malam-malam.
Di Singaraja, aku dan ST nginap di rumah Dekndu. Hendro nemanin keluarganya dulu di Hotel di Singaraja, baru nyusul nginap di rumah Ndu. Makan malamnya membuat kami akhirnya mencicipi masakan babinya Bali. Ada yang namanya Tum, daging babi dibungkus daun pisang seperti pepes. Rasanya gurih, menurutku mirip sangsang-nya Batak. Ada Sate Babi, rasanya manis. Kata Windu masakan Bali emang biasa manis. Trus ada abon daging babi, berwujud daging babi disuir-suir dan digoreng kering. Aku suka banget yang ini Sambil ngobrol dengan Bapak dan Ibu Windu, sambil ngemil Kacang Manalagi dan Salak Bali. Buseet itu kacang emang bikin ga bisa brenti ngambil dan ngambil lagi..
Sepanjang perjalanan dan sepanjang malam, pastinja ga lepas dari gosip-gosip terbaru dan cela-mencela tentang masa kuliah dan masa bekerja, huehehehe.. Miss that a lot pals!
Trip To Bali : The Departure
Si Dekndut pulang ke Bali di sela kuliah S3nya, karena ceunah Mbok Wi, kakaknya, mau nikah.
Setelah hampir 3 tahun kami para asisten IRK ga pernah kumpul bersama, Hendro, ST, dan aku sepakat untuk berkunjung ke Bali di saat pulangnya si Dekndut. Awalnya sih cuma Hendro yang pasti ke Bali, karena bareng adek, kakak, dan tantenya. Aku dan ST baru memastikan ikut di saat2 terakhir, hehehe.
Kamis, 5 Juli 2007
Kami (minus Windu) kumpul di Bandara Soekarno-Hatta karena kami berangkat dengan flight yang sama: AirAsia QZ7512. Aku ke Jakarta pake Xtrans jam 11:30 WIB. Ternyata sekarang layanan bandara Xtrans Bandung udah ada pool sendiri di jalan Sasthra, dekat Ciwalk, ga gabung dengan rute reguler dari Promenade lagi. Tauk deh, mulai kapan begitu.
Pertama ketemu ST, baru kemudian si Buluk datang bersama dayang-dayangnya :) Pas check in, mbak AirAsia itu bilang flight kami yang mestinya terbang 16:10 ada delay 40 menit. Oh well, bukan hal baru. Tapi setelah nunggu di boarding room, ada pengumuman lagi, flight kami ditambah delaynya 30 menit karena ada perbaikan teknis pesawat, aiyaah..
Sampe Bandara Ngurah Rai, Bali sekitar jam 21.00 WITA. Di luar si Dekndut udah nunggu sama Mbok Wi-nya dan Bli Kadek (calon kakak iparnya). Ternyata mereka udah bawa mobil (yang disupiri oleh Pak Kadek). Tujuan pertama adalah Bakung Sari Hotel di Kuta, yang udah di-book ST dan Hendro sekeluarga. Pas sampe, uh oh.. Jalan masuk hotelnya kok gang kecil dan gelap. Setelah masuk, ternyata itu pintu belakangnya, hehe. Short cut ke pantai Kuta. Hotelnya lumayan bagus, bisa dipesan lewat internet dengan rate khusus $18 1 kamar per malam. Ada kolam renang, ber-AC, dan breakfast.
Aku sendiri dan Windu sekeluarga nginap di penginapan Cempaka II, penginapan murah a la backpackers di Poppies Lane II. Cuma Rp.50.000,-/kamar/malam udah pake AC, kamar mandi dalam, dan breakfast. Wong cuma buat dipake tidur sebentar di malam hari. Informasi berharga ini didapat dari blognya Mas Ikman. Thanks banget ya sharing infonya. Btw, aku mem-print info-info penginapan dan objek wisata dari website itu sebelum berangkat ke Bali. Very helpful. Di musim liburan kayak kmaren ini, sebaiknya book dulu penginapannya sebelum datang ke situ, soalnya sering penuh. Di Poppies Lane II itu ada banyak penginapan murah (Rp.40-60 ribu) yang sejenis dengan Cempaka II. Enaknya, kalau mau ke Pantai Kuta, tinggal jalan kaki skitar 5 menit.
Sebelum tidur, si Ndut nemanin aku cari makan malam. Akhirnya mutusin mo nyoba nasi campur. Tapi ternyata yang ada cuma nasi campur yang halal, bukan nasi campur dengan daging babi, hehe. Tapi enak juga kok, nasi dengan ayam, cumi-cumi, udang, dll seharga Rp.10.000,-
Setelah hampir 3 tahun kami para asisten IRK ga pernah kumpul bersama, Hendro, ST, dan aku sepakat untuk berkunjung ke Bali di saat pulangnya si Dekndut. Awalnya sih cuma Hendro yang pasti ke Bali, karena bareng adek, kakak, dan tantenya. Aku dan ST baru memastikan ikut di saat2 terakhir, hehehe.
Kamis, 5 Juli 2007
Kami (minus Windu) kumpul di Bandara Soekarno-Hatta karena kami berangkat dengan flight yang sama: AirAsia QZ7512. Aku ke Jakarta pake Xtrans jam 11:30 WIB. Ternyata sekarang layanan bandara Xtrans Bandung udah ada pool sendiri di jalan Sasthra, dekat Ciwalk, ga gabung dengan rute reguler dari Promenade lagi. Tauk deh, mulai kapan begitu.
Pertama ketemu ST, baru kemudian si Buluk datang bersama dayang-dayangnya :) Pas check in, mbak AirAsia itu bilang flight kami yang mestinya terbang 16:10 ada delay 40 menit. Oh well, bukan hal baru. Tapi setelah nunggu di boarding room, ada pengumuman lagi, flight kami ditambah delaynya 30 menit karena ada perbaikan teknis pesawat, aiyaah..
Sampe Bandara Ngurah Rai, Bali sekitar jam 21.00 WITA. Di luar si Dekndut udah nunggu sama Mbok Wi-nya dan Bli Kadek (calon kakak iparnya). Ternyata mereka udah bawa mobil (yang disupiri oleh Pak Kadek). Tujuan pertama adalah Bakung Sari Hotel di Kuta, yang udah di-book ST dan Hendro sekeluarga. Pas sampe, uh oh.. Jalan masuk hotelnya kok gang kecil dan gelap. Setelah masuk, ternyata itu pintu belakangnya, hehe. Short cut ke pantai Kuta. Hotelnya lumayan bagus, bisa dipesan lewat internet dengan rate khusus $18 1 kamar per malam. Ada kolam renang, ber-AC, dan breakfast.
Aku sendiri dan Windu sekeluarga nginap di penginapan Cempaka II, penginapan murah a la backpackers di Poppies Lane II. Cuma Rp.50.000,-/kamar/malam udah pake AC, kamar mandi dalam, dan breakfast. Wong cuma buat dipake tidur sebentar di malam hari. Informasi berharga ini didapat dari blognya Mas Ikman. Thanks banget ya sharing infonya. Btw, aku mem-print info-info penginapan dan objek wisata dari website itu sebelum berangkat ke Bali. Very helpful. Di musim liburan kayak kmaren ini, sebaiknya book dulu penginapannya sebelum datang ke situ, soalnya sering penuh. Di Poppies Lane II itu ada banyak penginapan murah (Rp.40-60 ribu) yang sejenis dengan Cempaka II. Enaknya, kalau mau ke Pantai Kuta, tinggal jalan kaki skitar 5 menit.
Sebelum tidur, si Ndut nemanin aku cari makan malam. Akhirnya mutusin mo nyoba nasi campur. Tapi ternyata yang ada cuma nasi campur yang halal, bukan nasi campur dengan daging babi, hehe. Tapi enak juga kok, nasi dengan ayam, cumi-cumi, udang, dll seharga Rp.10.000,-
Wednesday, July 18, 2007
Aku angkatan 2005
Beberapa minggu lalu, aku pergi ke Departemen Informatika di kampus ITB. Dah lama juga ga ke kampus sejak ga ada urusan lagi ke IF, hehehee.
Dan di lantai 3, aku pergi ke toilet untuk cuci muka. Di dalam toilet dah ada satu orang yang lagi make salah satu washtafel. Aku putar keran washtafel paling kiri, ga ada air keluar. kuputar-putar lagi ga keluar juga. Pas aku mau ngecek keran kontrol yang ada di bawah washtafel (biasanya juga gitu di toilet lantai dasar), si anak-IF-entah-angkatan-berapa ngomong: Keran kontrolnya itu memang harus diputar/dibuka dulu.
Aku bukalah si keran kontrol dan mencuci tangan. Si anak IF itu melangkah mau keluar toilet dan ngomong,
"Angkatan 2005 ya?"
"Bukan" (senyum) "Kok bisa menduga kayak gitu?"
"Ngga.. Biasanya anak 2003 ke atas udah pada tau kalau keran kontrolnya harus dibuka dulu"
"Ohh, aku angkatan 2000 kok. Udah alumnus. Kebetulan aja lagi ada perlu ke sini." *nyengir*
"ohh" *senyum dan berlalu*
Setelah itu aku tertawa di toilet
Makasih ya, anak-IF-yang-aku-ga-tau-angkatan-berapa. Di sela2 kepanikan untuk mengurus dokumen2 ke jurusan itu, you made my day!
Dan di lantai 3, aku pergi ke toilet untuk cuci muka. Di dalam toilet dah ada satu orang yang lagi make salah satu washtafel. Aku putar keran washtafel paling kiri, ga ada air keluar. kuputar-putar lagi ga keluar juga. Pas aku mau ngecek keran kontrol yang ada di bawah washtafel (biasanya juga gitu di toilet lantai dasar), si anak-IF-entah-angkatan-berapa ngomong: Keran kontrolnya itu memang harus diputar/dibuka dulu.
Aku bukalah si keran kontrol dan mencuci tangan. Si anak IF itu melangkah mau keluar toilet dan ngomong,
"Angkatan 2005 ya?"
"Bukan" (senyum) "Kok bisa menduga kayak gitu?"
"Ngga.. Biasanya anak 2003 ke atas udah pada tau kalau keran kontrolnya harus dibuka dulu"
"Ohh, aku angkatan 2000 kok. Udah alumnus. Kebetulan aja lagi ada perlu ke sini." *nyengir*
"ohh" *senyum dan berlalu*
Setelah itu aku tertawa di toilet
Makasih ya, anak-IF-yang-aku-ga-tau-angkatan-berapa. Di sela2 kepanikan untuk mengurus dokumen2 ke jurusan itu, you made my day!
Wednesday, July 04, 2007
My Last Post From eBdesk Network
So, officially I've already resigned from eBdesk Technology, the company I worked for these 2 years and 4 months.
Thanks for all the opportunities given: for being a software developer and a software architect in Production Team in Bandung; being involved in project ESDM for 1.5 months in Jakarta; being a trainer for ESDM and Depkeu in Jakarta and KPWKM in Kualalumpur,Malaysia; being a representative for HTMobile in Hanoi,Vietnam.
Above all, the working environment with such great colleagues is the one that makes me happy working for eBdesk Technology.
So, this is officially my last post from eBdesk Technology network, at Raden Patah 21. Farewell and thank you eBdesk!
Thanks for all the opportunities given: for being a software developer and a software architect in Production Team in Bandung; being involved in project ESDM for 1.5 months in Jakarta; being a trainer for ESDM and Depkeu in Jakarta and KPWKM in Kualalumpur,Malaysia; being a representative for HTMobile in Hanoi,Vietnam.
Above all, the working environment with such great colleagues is the one that makes me happy working for eBdesk Technology.
So, this is officially my last post from eBdesk Technology network, at Raden Patah 21. Farewell and thank you eBdesk!
Subscribe to:
Posts (Atom)